Kerisauan Sekjen PBB Antonio Guterres atas Tatanan Ekonomi Global dan Pandangan Tiga Orang Guru Besar UNJ

  • Bagikan

Oleh Prof. Dr. Hafid Abbas
(Promotor Doktor Kehormatan Nelson Mandela di UNHAS pada 2005)

Sungguh satu koinsidensi bersejarah, pengukuhkan tiga orang guru besar Fakultas Ekonomi UNJ pada 5 Juli 2022, dilaksanakan pada saat-saat yang hampir bertepatan dengan peringatan Hari Koperasi Internasional, 2 Juli, dan Peringatan Hari Koperasi Indonesia, 12 Juli.

Orang Ketiga Guru Besar yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. I Ketut R. Sudiarditha, MP, CPHCM, CIQnR, Guru Besar Tetap bidang Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia dengan mengangkat tema Model Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia Dalam Era Global Berbasis Kearifan Lokal ); Prof. Dr. Saparuddin Mukhtar, M.Si, Guru Besar Tetap bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan dengan Orasi Ilmiah: Desain Model Pengembangan UMKM di Indonesia; dan Prof Usep Suhud, Ph.D., Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Pemasaran dengan mengunjungi topik: Peran Media Sosial dalam Membentuk Narsisme Konsumen.

Orang ketiga guru besar FE UNJ ini dalam orasi ilmiahnya terlihat dari isu yang selaras dengan tema peringatan 100 Tahun Hari Koperasi Internasional yakni “Cooperatives Build a Better World.”

Pada peringatan peringatan Hari Koperasi Internasional, 2 Juli 2022, di Markas Umum PBB New York, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bahwa saat ini dunia berada “di tepi jurang yang sangat dalam dan bergerak selama ke arah yang salah, karena hampir dua abad, para pemimpin dunia telah memilih arah pembangunan yang keliru yang harus dikoreksi, direstorasi dan ditata ulang melalui dialog dan kerjasama, saling percaya, melangkah penuh optimisme akan terwujudnya tatanan kehidupan baru yang lebih baik.”

Atas kerisauan itu, Aliansi Koperasi Internasional (AKI) mengajak masyarakat internasional bersinergi mewujudkan pembangunan ekonomi yang berpusat pada manusianya (human-centric business model), dengan didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, kemandirian, persamaan, pemerataan dan solidaritas dan nilai-nilai etika seperti perhatian, kepedulian, sosial dan kepedulian pada sesama, untuk membangun dunia yang lebih baik.

Model Bisnis yang Berpusat pada Manusia dan Pandangan Guru Besar UNJ

Sejalan dengan kerisauan Sekjen PBB, Saparuddin Mukhtar dalam mengetengahkan Desain Model Pengembangan UMKM di Indonesia. Dikemukakan bahwa UMKM yang jumlahnya terus mengalami peningkatan dari 61,65 juta unit pada 2016, menjadi 65,46 juta pada 2019. Namun, UMKM kini menghadapi tembok-tembok tebal bahkan penyekat berlapis untuk menjadi usaha besar. kelompok usaha mikro dan kecil milik masyarakat sebenarnya adalah usaha rumah tangga dengan modal dan skala usaha yang terbatas.

Sedangkan yang menjangkau relatif sedikit atau sangat tipis, sehingga pelaku usaha nasional menjadi berongga di tengah (hollow middle). UMKM akhirnya tenggelam atau terjepit di antara dominasi usaha mikro dimana kontribusinya terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) sangat rendah dan kontribusinya terhadap PDB sangat besar.

Usaha skala mikro dalam pelaku usaha nasional, prosentasinya amat besar, mencapai 98 persen. Sebaliknya, proporsi pelaku usaha besar sangat kecil, hanya 0,01 persen, namun dapat menguasai proses bisnis nasional. Kondisi ini semakin memperjelas adanya hollow middle yang menjadikan kapasitas dunia usaha untuk membangun keterkaitan hulu-hilir terbatas.

Karenanya, tidak mengherankan jika hanya empat orang WNI, kekayaannya sama dengan nilai 100 juta warga miskin lainnya.

Realitas itu harus dikoreksi dengan berpedoman pada amanat konstitusi yang hendak memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan hakikat dari cita-cita lahirnya bangsa ini adalah untuk mewujudkan Sila Pamungkas dari Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Selanjutnya, dalam kerangka pembangunan yang berpusat pada manusianya PBB, I Ketut Sudiarditha mengetengahkan pada orasinya bahwa pangkal dari berbagai sosial ekonomi yang ada saat ini adalah etika dalam pengembangan dan pengelolaan ekonomi dan bisnis di negeri ini. Dicontohkan, hasil survei yang dilakukan terhadap 747 profesional sumber daya manusia oleh Society for Human Resource Management (1998) menemukan bahwa 54 persen seluruh tenaga profesional sumber daya manusia di tempat kerja berperilaku melanggar hukum atau standar etika organisasi.

Untuk itu, dalam pengembangan SDM, domain yang meliputi profesionalisme, daya kompetitif, kompetensi fungsional, kenggulan partisipatif, dan kerja sama. Ini tidak berarti bahwa bisnis hanya mengejar keuntungan semata, melainkan dibarengi dengan perbuatan-perbuatan yang benar-benar dalam mencapai tujuan suatu kegiatan.

Untuk itu, kearifan lokal menjadi salah satu solusi untuk mewujudkan Model Bisnis yang Berpusat pada Manusia PBB tersebut. Dicontohkan, di Bali misalnya, dalam ajaran Tri Kaya Parisudha yang diaktualisasikan melalui harmoni antara ranah Manacika (berpikir yang benar), Wacika (berkata yang benar) dan Kayika (berbuat yang benar).

Kearifan lokal adalah kearifan tradisional atas semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebisaan atau etika yang menuntut perilaku manusia dalam kehidupan ekologisnya yang berhubungan dengan sifat-sifat kedaerahan (Keraf, 2010).

Namun nilai-nilai lokal itu harus tetap terbuka terhadap nilai-nilai yang dapat nilai-nilai sehingga bertransformasi menjadi nilai-nilai translokal, nasional dan global.

Misalnya, nilai-nilai peribadi seseorang (personal) akan menikmati cara bertutur, perhatian dan perilaku dalam menjalani kehidupan lokalnya sehari-hari secara lebih bermakna. Selanjutnya, nilai-nilai kearifan itu dapat mengantarkannya menjalin interaksi yang lebih harmonis dengan warga masyarakat lainnya agar tidak menimbulkan konflik. Nilai-nilai translokal itu, seperti nasionalisme, demokrasi, dsb. Dan dalam fotret yang lebih besar, nilai-nilai translokal yang bermsifat universal seperti keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan, sebagai contoh, akan menghilangkan dikotomi lokal, nasional dan global.

Terakhir, dalam orasi ilmiahnya, Usep Suhud, melihat pengalaman media sosial yang mempengaruhi pembentukan konsumen. Jika PBB akan mendorong terwujudnya Model Bisnis yang Berpusat pada Manusia, untuk diadopsi di seluruh dunia sebagai gerakan global yang diakuinya untuk mengoreksi kesalahan arah pembanguan yang sudah berlangsung selama dua abad, maka peran media sosial amatlah penting.

Suhud, dalam orasinya Merujuk pada nomor hasil penelitiannya atas ikatan masyarakat pada digitalisasi dan media sosial. Ia juga merujuk pandangan Sugiyama dan Andree (2010) untuk mengilustrasikan tahap-tahap perilaku konsumen berkaitan dengan media modern, yang disebut sebagai model AISAS, yang terdiri atas perhatian, minat, pencarian, tindakan, dan berbagi.

Menurut mereka, perhatian berpengaruh terhadap minat, minat berpengaruh terhadap pencarian, pencarian berpengaruh terhadap tindakan, dan tindakan berpengaruh terhadap saham. Model linear ini, secara empiris sudah diuji oleh para peneliti perilaku konsumen, misalnya Suhud dan Allan (2020).

Lebih jauh dikemukakan bahwa model AISAS tidak selalu linier, tapi juga bisa non-linear, di mana interest bisa memberi dampak terhadap search, action, dan sekaligus share. Pencarian tidak berdampak terhadap aksi, tapi juga terhadap share.

Inilah dunia digital dan media sosial yang kini mengubah tataan kehidupan global di semua lini, hadir sebagai berkah, tapi juga ancaman apabila tidak dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan nilai-nilai pembangunan yang berpusat pada manusianya (model pembangunan yang berpusat pada manusia).

Akhirnya, kerisauan Sekjen PBB atas terlihat dari arah pembanguan selama dua abad telah arah penyelesaian pada orasi ketiga guru besar baru UNJ. Ekspresi mereka seperti tuturan Kofi Annan, “tidak ada pembangunan tanpa keamanan, tidak ada keamanan tanpa pembangunan, dan tidak ada keduanya tanpa hak asasi manusia.” – tidak akan terwujudnya dan pembangunan tanpa memanusiakan manusianya.

  • Bagikan